Pada 4 desember 2018 lalu terjadi kontak penyerangan antara TPN-PB OPM dengan TNI, yang mengorbankan warga sipil. Hingga banyak warga yang masuk mengunsi dihutan rimba Nduga Papua. Sampai detik ini warga Nduga masih bertahan lapar, haus, sakit, dan nyamuk di hutan rimba tersebut. Warga merayakan hari besar bagi umat kristiani (natal) dihutan rimba, hingga menyambut tahun baru dengan penuh penderitaan dirimba hutan Papua. "Selama aparat gabungan TNI/POLRI masih ada di Nduga, jangan berharap masyarakat Nduga akan kembali ke rumah mereka masing-masing, sebab mereka Trauma dengan aparat keamanan yang masih bertahan di Nduga; lagian daerah itu juga merupakan duluh pertama kali dimulai TRIKORA", Pintah Rinat Wandikbo mahasiswa asal kabupaten Nduga itu tersebut.
Maka, hal
tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, terutama pada pasal 22 ayat (1 dan 2), yakni:
1. Setiap
orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.
2. Negara
menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Serta
Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 28A sampai dengan 28J tentang Hak Asasi
Manusia dan pada pasal 29 ayat1 dan 2, yang berbunyi:
1. Negara
Berdasar atas Ketuhanan Yang maha Esa.
2. Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Ada juga isi
Pancasila pada poin pertama dan kelima, yaitu:
1.
Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
1. Pemerintah
pusat tarik kembali Aparat keamanan gabungan TNI/POLRI yang masih bertahan
sampai sekarang di Nduga Papua.
2. Pemerintah
pusat harus bertanggung jawab atas kontak penyerangan antara TNI/POLRI dan
TPN-PB yang mengorbankan warga sipil, hingga mengunsi di belantara hutan Papua.
3. Pemerintah
pusat harus membuka pintu masuk bagi wartawan Asing dan Tim investigasi Asing
terhadap warga sipil; sebab masyarakat Nduga Trauma dengan TNI/POLRI yang
pemerintah pusat tugaskan sebagai Tim keamanan, perlindungan, dan pengayoman.
4. Pemerintah
pusat harus bertanggung jawab untuk kembalikan warga sipil (warga Nduga) untuk
kembali kerumah masing-masing. Biarkan masyarakat sipil memulai pekerjaan yang
baru, ditahun yang baru.
Di kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara sejumlah BIN (Bdan Intelijent Negara) dan polisi dari POLDA Sumatera Utara dan Polsek Medan Medan Baru telah menunggu masa aksi damai. "Beberapa orang perwakilan yang masuk untuk Audiensi kedalam, karena kami sudah siapkan ruangan untuk audiensi" kata Kepala BIN dari POLDA SUMUT ini kepada kordinator Umum Aksi damai Agustinus Goo. Maka menanggapi hal itu Masa aksi menolak untuk Audiensi kedalam ruangan, " Kami mau menyampaikan stetement kami secara terbuka, oleh sebab itu DPRD menerima kami secara keseluruhan, dan terbuka" Pintah Agustinus Goo selaku kordinator umum aksi damai. Maka masa aksi menyampaikan tuntutan/aspirasi mereka secara terbuka, dan DPRD menerima aspirasi kami. Hingga kami akhiri dan aman dan damai kami pun pulang tempat tinggal kami.
Kordinator umum Aksi damai (Agustinus Goo) sedang membacakan tuntukan masa aksi damai kepada pemerintah pusat melalui kantor DPRD Provinsi SUMUT. Didepan kantor DPRD Provinsi Sumut. |
No comments:
Post a Comment